Sabtu, 01 Maret 2014

HIV/AIDS dan Ayah




HIV/AIDS dan Ayah

Saat saya iseng-iseng buka youtube, muncul video tentang HIV/ADIS. Sayapun tertarik untuk melihat video tersebut, video itu berisi liputan sebuah stasiun tv di indonesia yang meliput tentang perkembangan HIV di Negri ini. Tiba-tiba saya teringat dengan tetangga saya, Yusuf namanya.. ia masih berumur antara 3 atau 4 tahun (belum masuk TK), Rumahnya tepat disebelah rumah saya, tidak jarang ia main kerumah, bercerita kepada saya dan ibu sekedar untuk bercerita tentang mainannya atau bercerita tentang ikannya yang selalu saja mati karna diremas atau di kobok-kobok dengan tangannya sendiri, anak ini baik dan sopan kulitnya putih, rambutnya lurus cepak, wajahnya persis seperti ayahnya yang meninggal dihari yang sama dengan hari kelahirannya.

Bertahun-tahun yang lalu sebelum ia lahir, Ayahnya yang sering dipanggil “Tibi” adalah seorang pemakai narkoba. Saya tidak tahu betul jenis narkoba yang ia gunakan apakah suntik atau hanya obat saja. Setelah ketahuan oleh keluarganya Tibi pun berhenti menggunakan barang haram tersebut, kehidupannya pun membaik, ia bekerja dan beberapa tahun kemudia menikah dengan wanita bernama “Titi”, Titi tidak tahu jika suaminya mantan pemakai narkoba, setelah satu tahun pernikahan keluarga kecil ini dianugrahi seorang anak laki-laki. saat janin berumur delapan bulan Ayahnya jatuh sakit, gejalannya seperti TBC karna keluarga ini tergolong tidak mampu mereka enggan membawa Tibi ke rumah sakit, mereka hanya mencoba pengobatan alternatif dan dirawat dirumah.

Belum genap usia janin sembilan bulan Tibi meninggal dunia,  meninggalkan ibu dan keluarganya serta meninggalkan keluarga kecil barunya.. Jasadnya di letakkan dengan baik di depan teras rumah yang cukup besar dan ditutupi dangan kain batik. Saat sudah meninggal baru diketahui bahwa Tibi meninggal karna mengidap HIV. Saya kurang tau bagaimana kronologi atau cara keluarga ini mengetahui penyakit Tibi tapi saat itu istri almarhum yaitu Titi sangat terguncang, raut wajahnya jelas menggambarkan bahwa ia belum siap untuk ditinggalkan oleh sang kepala keluarga, ia menangis dengan keras, memeluk jasad suaminya. Suaranya sangat lirih didengar, saya hanya berani melihat dari teras lantai 2 rumah saya. Karna rumah Tibi dibangun miring ke kanan dan tidak menghadap jalan, dengan jelas saya bisa melihat dengan jelas kejadian yang terjadi saat itu.

Sore harinya setelah jasad di semayamkan, Ibu saya cepat-cepat berlari dr rumah Tibi ke dalam rumah mengambil kunci mobil “Ibu antar mba Titi dulu kerumah sakit, sepertinya mau melahirkan sekarang. Kalian dirumah aja ya nak, kayanya ibu pulang malem” jelas ibu berteriak dari bawah. Saya hanya mengangguk dari tangga dan pesan agar ibu hati-hati ngendarai mobilnya.

Mba Titi melahirkan hari itu juga, saya membayangkan bagaimana jika saya ada di posisi Mba Titi.. hari lahir anaknya sama dengan hari kematian suaminya...

Alhamdulillah, Yusuf lahir dengan sehat dan sempurna. Ibu Tibi, Mpok Suro namaya.. dia sangat sayang dengan menantu dan cucuk barunya ini. Karena mereka orang betawi, dalam satu tanah ada dua rumah dimana isinya semua masih keluarga. Keluarga ini sangat pedulli dengan Titi dan Yusuf.

Pak Nata yang tinggal di rumah pertama bersih keras agar Titi dan Yusuf di cek darahnya secara berkala untuk memastikan Titi dan Yusuf tidak tertular HIV dari sang Ayah. Mba Titi tidak memberikan ASI kepada Yusuf ia takut jika ternyata ia nanti menularkan HIV. Meskipun beberapakali di cek hasilnya negatif tapi Pak Nata tetap melarang Titi untuk memberikan ASInya kepada si bayi.

Yusuf tumbuh seperti anak yang lainnya, sehat, badannya gempal dan tingkahnya lucu. Mba Titi bekerja di salon ia dibantu merawat yusuf oleh adik Iparnya bernama Romli.

Sekarang Mba Titi sudah membangun keluarga baru dengan seorang laki-laki kuli bangunan. sejauh ini mereka sangat harmonis.

Keluarga ini dan lingkungannya mengajarkan saya banyak hal. Dilihat dari sisi sosiologi, yang menyatakan penyakit ini menimbulkan masalah sosial dan dapat menyebapkan respon negatif dari lingkungannya, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan individu. Tetapi keluarga dan lingkungan ini tidak tidak memperlihatkan adanya penolakan terhadap Mba Titi dan Yusuf. mereka dan lingkungan ini justru memperlihatkan saya hal sebaliknya, mereka tetap menjadi satu keluarga yang utuh dan mendukung satu sama lain, menjaga satu sama lain.

Simpati mungkin akan kita rasakan dengan membaca banyak cerita kehidupan nyata yang tidak menyenangkan, tapi tidak harus menjadi keluarga untuk Empati, peduli, dan membantu. Disini tetangga dekat bahkan tetangga yang jauh letak rumahnya juga ikut membantu. Tidak selalu membantu harus sesuatu yang besar  dan terlihat tapi dengan hal kecil yang tidak terlihat sekalipun tetapi jika banyak orang yang melakukannya pasti akan memberikan dampak yang besar dan membatu.


Terkadang beberapa hal yang terjadi di kehidupan  ini tidak seperti yang kita harapkan dan banyak hal yang menjatuhkan tetapi hidup harus terus berjalan.


Febriyanti Anindya Wulandari (1701363963)

0 komentar:

Posting Komentar