Saat saya iseng-iseng
buka youtube, muncul video tentang HIV/ADIS. Sayapun tertarik untuk melihat
video tersebut, video itu berisi liputan sebuah stasiun tv di indonesia yang
meliput tentang perkembangan HIV di Negri ini. Tiba-tiba saya teringat dengan
tetangga saya, Yusuf namanya.. ia masih berumur antara 3 atau 4 tahun (belum
masuk TK), Rumahnya tepat disebelah rumah saya, tidak jarang ia main kerumah,
bercerita kepada saya dan ibu sekedar untuk bercerita tentang mainannya atau
bercerita tentang ikannya yang selalu saja mati karna diremas atau di
kobok-kobok dengan tangannya sendiri, anak ini baik dan sopan kulitnya putih,
rambutnya lurus cepak, wajahnya persis seperti ayahnya yang meninggal dihari
yang sama dengan hari kelahirannya.
Bertahun-tahun yang lalu
sebelum ia lahir, Ayahnya yang sering dipanggil “Tibi” adalah seorang pemakai
narkoba. Saya tidak tahu betul jenis narkoba yang ia gunakan apakah suntik atau
hanya obat saja. Setelah ketahuan oleh keluarganya Tibi pun berhenti menggunakan
barang haram tersebut, kehidupannya pun membaik, ia bekerja dan beberapa tahun
kemudia menikah dengan wanita bernama “Titi”, Titi tidak tahu jika suaminya
mantan pemakai narkoba, setelah satu tahun pernikahan keluarga kecil ini
dianugrahi seorang anak laki-laki. saat janin berumur delapan bulan Ayahnya jatuh
sakit, gejalannya seperti TBC karna keluarga ini tergolong tidak mampu mereka
enggan membawa Tibi ke rumah sakit, mereka hanya mencoba pengobatan alternatif
dan dirawat dirumah.
Belum genap usia janin
sembilan bulan Tibi meninggal dunia,
meninggalkan ibu dan keluarganya serta meninggalkan keluarga kecil
barunya.. Jasadnya di letakkan dengan baik di depan teras rumah yang cukup
besar dan ditutupi dangan kain batik. Saat sudah meninggal baru diketahui bahwa
Tibi meninggal karna mengidap HIV. Saya kurang tau bagaimana kronologi atau
cara keluarga ini mengetahui penyakit Tibi tapi saat itu istri almarhum yaitu
Titi sangat terguncang, raut wajahnya jelas menggambarkan bahwa ia belum siap
untuk ditinggalkan oleh sang kepala keluarga, ia menangis dengan keras, memeluk
jasad suaminya. Suaranya sangat lirih didengar, saya hanya berani melihat dari
teras lantai 2 rumah saya. Karna rumah Tibi dibangun miring ke kanan dan tidak
menghadap jalan, dengan jelas saya bisa melihat dengan jelas kejadian yang
terjadi saat itu.
Sore harinya setelah
jasad di semayamkan, Ibu saya cepat-cepat berlari dr rumah Tibi ke dalam rumah mengambil
kunci mobil “Ibu antar mba Titi dulu kerumah sakit, sepertinya mau melahirkan
sekarang. Kalian dirumah aja ya nak, kayanya ibu pulang malem” jelas ibu
berteriak dari bawah. Saya hanya mengangguk dari tangga dan pesan agar ibu
hati-hati ngendarai mobilnya.
Mba Titi melahirkan hari
itu juga, saya membayangkan bagaimana jika saya ada di posisi Mba Titi.. hari
lahir anaknya sama dengan hari kematian suaminya...
Alhamdulillah, Yusuf
lahir dengan sehat dan sempurna. Ibu Tibi, Mpok Suro namaya.. dia sangat sayang
dengan menantu dan cucuk barunya ini. Karena mereka orang betawi, dalam satu
tanah ada dua rumah dimana isinya semua masih keluarga. Keluarga ini sangat
pedulli dengan Titi dan Yusuf.
Pak Nata yang tinggal di
rumah pertama bersih keras agar Titi dan Yusuf di cek darahnya secara berkala
untuk memastikan Titi dan Yusuf tidak tertular HIV dari sang Ayah. Mba Titi
tidak memberikan ASI kepada Yusuf ia takut jika ternyata ia nanti menularkan
HIV. Meskipun beberapakali di cek hasilnya negatif tapi Pak Nata tetap melarang
Titi untuk memberikan ASInya kepada si bayi.
Yusuf tumbuh seperti anak
yang lainnya, sehat, badannya gempal dan tingkahnya lucu. Mba Titi bekerja di salon ia dibantu
merawat yusuf oleh adik Iparnya bernama Romli.
Sekarang Mba Titi sudah
membangun keluarga baru dengan seorang laki-laki kuli bangunan. sejauh
ini mereka sangat harmonis.
Keluarga ini dan
lingkungannya mengajarkan saya banyak hal. Dilihat dari sisi sosiologi, yang
menyatakan penyakit ini menimbulkan masalah sosial dan dapat menyebapkan respon
negatif dari lingkungannya, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan individu. Tetapi keluarga dan lingkungan ini tidak tidak memperlihatkan adanya penolakan terhadap Mba Titi dan Yusuf. mereka dan lingkungan ini justru memperlihatkan saya hal sebaliknya, mereka tetap menjadi satu keluarga
yang utuh dan mendukung satu sama lain, menjaga satu sama lain.
Simpati mungkin akan kita
rasakan dengan membaca banyak cerita kehidupan nyata yang tidak menyenangkan,
tapi tidak harus menjadi keluarga untuk Empati, peduli, dan membantu. Disini
tetangga dekat bahkan tetangga yang jauh letak rumahnya juga ikut membantu.
Tidak selalu membantu harus sesuatu yang besar
dan terlihat tapi dengan hal kecil yang tidak terlihat sekalipun tetapi
jika banyak orang yang melakukannya pasti akan memberikan dampak yang besar dan
membatu.
Terkadang beberapa hal
yang terjadi di kehidupan ini tidak
seperti yang kita harapkan dan banyak hal yang menjatuhkan tetapi hidup harus
terus berjalan.
Febriyanti Anindya Wulandari (1701363963)
0 komentar:
Posting Komentar