Marsam Suma (46) ia tampil sebagai motor penggerak sekaligus
mendorong diri sendiri untuk menjadi pekerja sosial masyarakat tahun 1990.
Sejak saat itulah, ia giat membangun jaringan dengan sejumlah pihakyang
diharapkan mau menggulirkan program pemberdayaan
di Desa Kuripan Selatan.
Ia masuk ke sejumlah lembaga swadaya masyarakat untuk
menimba ilmumenyusun dan memetakan potensi desa berikut strategi penanganan dan
program aksi lapangan guna diintegrasikandalam rencana pembangunan jangka
menengah desa. Program utama yang kemudian disepakati adalah memberdayakan
ekonomi masyarakat, menekan angka anak balita gizi buruk, dan memperbaiki
sanitasi lingkungan.
Dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat, Marsyam
memfasilitasi warga membuat kelompok sehingga lahir, antara lain, kelompok
pemberdayaan ekonomi Mandiri Pangan, Bangun rumah, dan Jamban keluarga.
Desa Kuripan selatan memang memerlukan dukungan. Tahun 2007,
dari 2.225 keluarga, 85 persen merupakan keluarga miskin, 5 anak balita bergizi
buruk, dan 55 anak balita kurang gizi. Luas lahan desa ini sekitar 200 hektar
atau setiap keluarga hanya kebagian 1 are.
Selain itu, kondisi sanitasi dan lingkungannya pun
memprihatinkan. Dusun Embung misalnya, dari 150 keluarga, hanya 2 keluarga yang
memiliki jamban kelurga. Warga lain yang tak punya jamban biasa membuang hajat
di kebun dan sawah.
Meski paham tak mudah mengajak warga berubah, Maram punya
keyakinan bahwa perubahan itu bisa terwujud. Alasan dia, ada modal sosial untuk
menggerakan inisiatif dan partisipasi warga, seperti budaya gotong royong dan
semangat mereka berwirausaha sebagai pendedak
(pedagang lengumpul) yang menjual komoditas pangan, sayuran, dan produk
kerajinan keliling.
Hati Nurani
Semangat pendedak
digabung tradisi gotong royong digunakan Marsam membangun kesadarankolektif
warga mengubah kondisi desa mereka. Kesadarn koektif warga mengubah kondisi
desa mereka. Kesadaran kolektif ia sentuh lewat pendekatan persuasif. Ia mengundang
warga dari pintu ke pintu dan berdialog seputar mengatasi persoalan desa.
Strategi pendekatan Marsam direspon warga meski sebagian
mempertanyakan sumber dana program itu. Namun lewat kelompok yang ia bentuk,
tahun 2008, Bank Mandiri dan Bank BRI mengucurkan kredit usaha rakyat total Rp.
5 miliar untuk kelompok usaha bakulan, perajin kasur, tikar pandan, batu bata,
dan lain-lain.
Setelah aktivitas ekonomi berjalan, ia menyasar bidang
kesehatan, terutama sanitasi dan lingkungan.
Lewat kelompok warga pula, para anggota diminta menyisihkan hasil
berjualan Rp. 50,000 per orang.
Dan itu untuk membuat jamban permanen guna menopang subsidi
pemerintah. Dana digunakan untuk membeli material, seperti kloset, pipa, dan
semen. Warga yang bersedia membuat jamban diharuskan membuat lubang sedalam 2
meter dengan lebar 1,5 meter dirumahnya.
Tahun 2012 semua warga desa sudah memiliki jamban keluarga.
“Kini kalau ada yang membuangn hajat disembarang tempat akan disoraki warga
lannya,”. Ketersediaan jamban tersebut terwujud menyusul masuknya instalasi
pipa air ke bersih ke desa yang biasanya kerisis air saat musim kemarau.
Nikmat
Atas usaha itu Marsam kerap menjadi nara sumber di sejumlah
seminar dan diskusi tentang pemberdayaan masyarakat di Lombok ataupun Jakarta.
Selain bertani, belakangan warga desa pun mempunyai sumber
penghasilan harian, di antaranya sebagai buruh angkut batu bata atau dari jasa
menjual kasur dengan upah sekitar Rp 50.000-Rp 100.000 per orang sehari.
Sebagai Kepala Urusan Pemerintah Desa Kuripan Selatan ,
Marsam bergaji sekitar Rp.800.000 per bulan. Namun, dari kiprahnya menerapkan
“manajemen rasa malu” secara nata untuk pemberdayaan masyarakat, ia mendapat
rezeki, antara lain, sebagai narasumber dalam sejumlah kesempatan.
“Honor (sebagai nara sumber)ada, uang transportasi saya
biasanya ditanggung pengundang. Saya juga dapat merasakan tidur di hotel,
he-he-he,” ucap Marsam tanpa menyebutkan nominalnya.
0 komentar:
Posting Komentar