Sabtu, 06 Juni 2015

Kunjungan Ke RSCM bangsal Anak

Hari ini saya dan Raudina teman saya, melakukan kunjungan FSG (family Supporting Group) untuk anak kanker. ini kali pertamanya saya bertemu anak-anak yang sedang dirumah sakit. belakangan saya sudah agak sering bertemu anak-anak penderita kanker.

Saya resmi bergabung dengan Yayasan Onkologi Anak Indonesia sekitar 2 bulan lalu, dengan ini saya pun jadi sering bertemu dengan anak-anak penderita kanker, yaaa setidaknya sekitar seminggu sekali.

mereka berada di graha YOAI yang terletak di jalan kemuning, kemandoran biasanya karena menunggu kamar kosong di rumah sakit. tak jarang mereka di tolak karena tidak ada kamar untuk rawat inap ataupun karena RS mengaku tidak memiliki alat yang memadai untuk memadai penyakit mereka. di graha kami menyediakan kamar dan perawat sementara untuk mereka setidaknya cukup untuk menjadi penanganan sementara sambil menunggu ada rumah sakit yang dapat menangani dan menerima mereka.

Saya sering bertemu dengan mereka di Graha, ada salah satu anak yang tidak pernah saya lupa namanya, yaitu Mumu. saya berkenalan dengan mumu saat kami ingin menjalankan acara Art Theraphy ke Museum Prangko di TMII.

Perutnya sudah buncit kembung berisi cairan, rambutnya pun sudah habis, wajahnya sudah bengkak sampai kelopak mata sebelah kanannya sudah bengkak dan menutupi setengah bola matanya.
sempat kaget gak tega dan ibaaa. tapi kita dianjurkan untuk tidak memperlihatkan rasa sedih di depan mereka. mereka sudah sangat tertekan akan buruk bila kita menambahkan kesedihan kita.

dengan pengalaman bertemu dengan Mumu saya pun sudah tidak kaget bertemu anak-anak di sana. mereka sudah kehilangan banyak dan diberikan banyak. artinya mereka mungkin sudah kehilangan banyak kesempatan bermain kehilangan kesempatan berkumpul dengan teman-teman mereka kehilangan kesempatan berkumpul dirumah seperti anak-anak normal lainnya, kehilangan sedikit senyuman di wajah ibu dan ayah mereka, tapi mereka mendapatkan banyak kasih, mendapatkan banyak cinta dari tuhan karena diberikan cobaan yang memiliki berbagai macam tujuan.

Kami mencoba menanyakan gejala penyakit awal, jenis penyakit, keadaan saat ini dan juga menanyakan tentang pengobatan yang sedang dijalani. ada beberapa anak yang keadaannya agak mengundang tangisss.
kami menawarkan berbagai macam buku bacaan, buku mewarnai dan buku dongeng. mereka senang dan bersemangat. ada beberapa orang tua yang menangis saatanaknya mencoba berinteraksi dengan kami. saya pun juga ingin menangis tapi saya tidak boleh melihatkan kesedihan di hadapaan merekaaaa.

YAYASAN NURANI INSANI

 Yayasan Nurani Insani ini menyediakan sekolah nonformal untuk anak jalanan.  buku tulis, buku pelajaran dan tenaga pengajar diberikan secara gratis, hanya seragam saja yang diwajibkan untuk dibeli sendiri untuk menunjukan niat mereka bersekolah, sama seperti anak yang lain.

Super Sulit mengajarkan anak-anak ini, karakter mereka semua seperti minyak dan air biarpun duduk sebangku mereka berbeda 360%. benar-benar diluar kepala saya bahwa jadinya akan seperti hari ini.
ada yang super tertib (cuma satu anak) ada yang bawel luar biasa tapi giliran disuruh jawab gamau "ahhh gampang" "gamau kak, jangan saya, yang lain aja" "saya gabisa kak saya gabisaaaaaa" "my name iss my name isss..." kalo di film spongebob latar belakang suasana tempat saya udah berubah jadi warna warni terus muter-muter gakaruan.

saya dan 3 teman saya yang lain (angga, arin, pipit) mengajar bahasa inggris.
jadi begini.... saya sama teman-teman coba mulai dari hal yang paling sederhana untuk anak kelas 2 SMP yaitu Self Introduction. dan jeng jengg aja mereka gabisa dan super malu karna takut salah dan emang gayakin kalo mereka bisaaa.
akhirnya cuma ngajarin perkenalan sama to be dll gitu deh.
kami pun mengorganisir materi pelajaran agar bisa tetap mereka terima dengan baik walaupun tingkatan yang mereka terima seharusnya lebih dari ini. kami berpendapat untuk apa mereka di jajakan berbagai materi yang mutakhir jika mereka tidak bisa menangkap dan menerapkan materi yang kita berikan.

kita deketin setiap anak satu-satu cuma untuk minta tolong kemereka buat mencatat yang sudah ada di papan tulis dengan segala usaha dan jurus silat lidah akhirnya mereka mau mencatat yang udah susah-susah di tulis oleh Angga dan Arin. saat mengerjakan soal kita deketin lagi satu-satu memastikan mereka benar benar mengerti dan bukan nyontek.

Di Moment ini saya sadar bahwa di jaman yang sudah dimudahkan dengan banyak program yang memberikan pendidikan gratis pun tidak menjamin semua anak bisa bersekolah dan mendapatkan ilmu dengan standar yang layak untuk tahap perkembangan mereka. di Jakarta aja masih banyak yang ngga sekolah gimana di pelosokan? gimana yang rumahnya di hutan? gimana yang sekolahnya cuma ada hitungan jari dalam satu daerah??..

mereka adalah anak-anak jalanan yang sehari-harinya mengamen, bantu orang parkir dan jadi polisi gopean cilik, ada juga yang kerjaannya menghabiskan waktu untuk bermain game di warnet dan jelas sekali mereka tidak terkontrol dengan baik oleh orang tua mereka.

saya sangat bersyukur dan senang masih ada yayasan seperti Nurani Insani yang perduli sama anak-anak ini. mereka bukan gamau sekolah, mereka bukan malas, ada keadaan yang gabisa mereka tolak yaitu membantu orang tua mencari nafkah setidaknya cukup buat jajan mereka sendiri supaya gak minta ibu atau bapak.

Yayasan ini juga bukan cuma buat sekolah nonformal aja, tapi juga suka membuat program-program untuk warga sekitar seperti; pengajian setiap hari sabtu untuk para pelacur, les make up cuma cuma dan yang baru aja diadain yaitu Nikah Masal.

Kenapa Nikah Masal? jadiii ada beberapa anak murid di yayasan Nurani Insani yang memiliki kesulitan dalam akta kelahirannya, mereka gak punya akta kelahiran karena orang tua mereka ngga menikah sah secara hukum atau negara bahkan mungkin ada juga yang secara agama belum sah. untuk mempermudah si anak, yayasan ini mau membantu si anak untuk mendapatkan akta kelahirannya dengan cara menikahkan para orang tua yang belum sah secara hukum. ada sekitar 30 peserta nikah masal gak semua orang tua murid yayasan tapi juga ada dari masyarakat sekitar atau orang yang sengaja mendaftar.

Kamis, 29 Mei 2014

GSLC: Pagelaran Topeng Betawi

untuk menarik pengunjung Taman Mini Indonesia Indah yang teletak di Jakarta Timur mengadakan pagelaran Topeng Betawi di anjungan DKI Jakarta. Usaha ini cukup menarik pengunjung pagelarang topeng betawi yang lucu dengan guyonannya memang sangat menarik pengunjung untuk di tonton.

Topeng Betawi merupakan drama lenong yang di gelar sebagai hiburan masyarakat betawi yang diawali dengan Lipat Gandis atau  Lawak Topeng yang diiringi oleh musik betawi perpaduan sunda. Canda yang disajikan dalam topeng betawi sangat lucu dan menghibur penontonnya. canda canda yang biasanya melibatkan gender dan masalah masalah sosial sangat mudah untuk dipahami oleh masyarakat. Setelah candaan segar lalu diteruskan dengan tarian Topeng yang mengenakan baju khas berwarna warni, bajunya identik dengan warna kunging dan merah, para penari juga menggunakan topi yang khas dengan untaian tali berwarna warni. tarian lincah dan indah ini membuat para pengunjung takjub.


Drama yang diberikan juga segar karena drama yang disajikan selalu mengikuti perkembangan zaman. Pertunjukan yang saya tonton kali ini bercerita tentang "cerita riwayat orang kaya dan miskin berjudul Dilamar Urung" jelas pak Namin sebagai Ketua Topeng Betawi yang bertempat di Bambu Apus. Jl. Mandorasan RT 07/01. Cipayung.

Saya sangat menikmati drama ini, banyak diselipkan canda renyah dan juga cerita yang mengandung nilai pada saat keluarga wanita dengan hormat meminta maaf karena menolak lamaran dari 2 keluarga Laki-laki yang berbeda, Mereka pun saling memaafkan hidup harmonis bertetangga dan tidak menyimpan rasa dendam. Sesuatu yang sudah sulit di dapatkan di kota jakarta saat ini

Rasa saling iri, tidak mau mengerti dan memaafkan juga perselisihan merupakan permasalahan biasa dan sudah merupakan keseharian rutin di kota besar seperti di Jakarta. Hal ini di dukung oleh padatnya penduduk, tidak meratanya kesejahteraan sosial, terlalu mencoloknya strata sosial, dan sibuknya warga kota dalam bekerja menjadikan warga kurang berinteraksi satu sama lain. hal kecil ini perlu dijadikan contoh dan perhatian agar tidak adanya konflik yang berakibat perselisihan dan rasa dendam.


Akhir-akhir ini sering terdengar berita tentang pembunuhan yang dilakukan oleh tetangga sendiri hanya karna sakit hati dengan perkataan si tetangga, pembunuhan karna hutang lucunya hutang yang dilakukan adalah kepada tetangga satu lingkungan tempat tinggal dan sudah lama saling mengenal. krisis moral yang terlihat sangat mencolok ini menjadi suatu celah kecil yang dapat memulai konflik lain menjadi lebih besar.

Rabu, 21 Mei 2014

Korban, Pelaku, JIS!?

kasus kriminal yang terjadi di PAUD Jakarta Internasional School atau JIS yang sedang ramai diperbincangkan memang merupakan kasus kriminal yang sangat tidak biasa karna hal ini terjadi di tempat yang seharusnya anak-anak aman, hal ini juga melibatkan kemendikbud yang telah lalai karna ternyata penyelenggaran PAUD JIS ini belum memiliki izin. dari kasus ini dunia pendidikan seperti di pukul dan dijatuhkan martabatnya.



Dari beberapa audit yang dilakukan PAUD JIS bukanlah merupakan sekolah perwakilan diplomatik dengan kurikulum negara yang diwakilinya. tapi hanya sekolah internasional biasa yang keduanya memiliki persyaratan berbeda. disekolah diplomatik dilarang ada anak warga negara indonesia yang bersekolah disana namun buktinya ada anak berkewarganegaraan indonesia disana.

Syarat berbeda lainnya yaitu sekolah tersebut harus memiliki anak WNI minimal 30% dari keseluruhan murid dan tenaga pengajar, gurunyapun diwajibkan 30% WNI di sekolah tersebut. sementara hasil temuan tim ternyata disana dari kepala sekolah hingga gurunya berkewarganegaraan asing semua dan hanya asisten dan staffnya saja yang merupakan Warga Negara Indonesia.Dengan adanya kasus ini PAUD JIS ditutup sementara oleh Kemendikbud hingga persyaratan-persyaratan dapat dipenuhi.

Kasus kriminal yang terjadi pada siswa PAUD JIS ini memang membuat pertanyaan besar bagi kita yang sejak awal mengenal JIS sebagai sekolah internasional bergengsi di indonesia dan tidak diragukan lagi keamanannya. Dari masalah ini dapat disimpulkan bahwa adanya kurang pengawasan guru terhadap siswanya, perekrutan karyawan yang tidak cukup baik dan denah sekolah yang rawan & rentan untuk dijadikan kesempatan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab merupakan salah satu alasan pendukung terjadinya kasus asusila (sodomi) di lingkungan sekolah tersebut. Beberapa pihak telah menyarankan pihak sekolah agar memperbaiki bahkan merubah beberapa bagian denah sekolah yang rawan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab tersebut.

Saat ini ke 6 pelaku sedang menjalani pemeriksaan dan mendekam di Polda Metro Jaya. salah satu pelaku yang bernama Azwar meninggal bunuh diri saat izin kekamar mandi di sela-sela waktu pemeriksaan, ia menenggak cairan pembersih dan pewangi kamar mandi dan dinyatakan tewas di RS Polri.

Bagaimana dengan korban?. Korban yang berumur 6 tahun berinisial AK positif menderita penyakit herpes, bukan hanya penyakit tersebut yang ia alami namun tergoncangnya psikologis AK emnjadi salah satu ancaman besar untuh perkembangan AK, AK tidak mau mengenakan celana dan seringkali merasa bahwa dirinya menjijikan, trauma mendalam ini menyebapkan gangguan psikologis. Menurut Piage anak-anak yang masih dalam tahap kanak-kanak awal memiliki tahap Praoprasional yaitu mencoba untuk mendeskripsikan dunia dengan kata-kata. bisa kita bayangkan, bagaimana anak ini mendeskripsikan dunianya yang telah ia alami, ia menjadi menilai bahwa dunianya buruk dan membangun perepsi tentang daerah-daerah kejadian perkara menjadi menakutkan. traumatis ini bukan perkara sepele, jika traumatis ini berlanjut ia akan merasa putus asa dan menganggap bahwa masa depannya buruk dan bisa saja korban berpotensi melakukan bunuh diri.

Kamis, 08 Mei 2014

H Sanusi Pendekar Silat Betawi

H Sanusi Pendekar Silat Betawi
H Sanusi yang akrab dengan panggilan Babe Uci (83) masih terlihat enerjik. meskipun di usianya yang sudah tidak muda lagi tapi ia masih enerjik dan sehat, tidak ada penyakit lansia yang menginap di tubuhnya. Semua ini bukanlah hal yang ia dapatkan secara cuma-cuma, kebiasaan makan secukupnya dan silat menjauhkan Babe Uci dari penyakit kolesterol, hipertensi, asam urat, dan gula.

Kempuan silatnya sudah tidak perlu diragukan lagi. Di Jakarta setiap kampung memiliki aliran silatnya sendiri. Tak kurang 300 aliran silat dikenal dari Jakarta. Babe Uci menguasai tujuh aliran. “Saya tak tahu mengapa banyak aliran (silat) di Jakarta. Begitulah adanya aliran ini terlihat jelas dalam pertarungan karena setiap aliran punya gaya dan gerak berbeda” ujar dia.

Menjadi Guru
Karier mengajar Babe Uci berawal di pesantren saat ia berumur 17 tahun. Ia menawarkan diri untuk mengajar silat dan semua temannya antusias.Kegiatan mengajarnya itu ia lakukan pada malam hari secara diam-diam.

Babe Uci mendirikan Perguruan Silat Pusaka Djakarta yang beraliran gerak cepat pada tahun 1957 dengan tujuan mengembangkan dan melestarikan Silat Betawi.
Tahun 1969, Babe Uci mendapat tawaran sebagai koreografer film silat Djampang Mentjari Naga Hitam. Film itu dibintangi, antara lain , Sukarno M Noor, WD Mochtar, Moch Mochtar, HIM Damsyik, Wolly Sutinah, dan Nani Widjaja. “Film ini laris meledak. Ada bioskop yang pintunya sampai runtuhkarena penonton terus berdatangan” cerita Babe Uci.

Sejak film itu, Babe Uci pun terlibat dalam sejumlah film laga lain, diantaranya Si Pitung 4, Si Bangkok, Laki-laki Pilihan, Panji Tengkorak, Selimut Malam, Sangkuriang, Tangkuban Perahu, dan Nyai Dasimah. Total ada 28 film.

Meskipun Babe Uci sudah berkecimpung di dunia silat dan merancang aksi laga pada banyak film, Babe Uci tetap menjadi pribadi yang rendah hati dan ramah. Namun Babe Uci sedih karna tidak ada satupun dari anaknya yang serius menekuni silat, generasi muda sekarang ebih tertarik pada olahraga lain seperti sepak bola dan bola basket.

Manajemen Rasa "Malu"

Marsam Suma (46) ia tampil sebagai motor penggerak sekaligus mendorong diri sendiri untuk menjadi pekerja sosial masyarakat tahun 1990. Sejak saat itulah, ia giat membangun jaringan dengan sejumlah pihakyang diharapkan  mau menggulirkan program pemberdayaan di Desa Kuripan Selatan.
Ia masuk ke sejumlah lembaga swadaya masyarakat untuk menimba ilmumenyusun dan memetakan potensi desa berikut strategi penanganan dan program aksi lapangan guna diintegrasikandalam rencana pembangunan jangka menengah desa. Program utama yang kemudian disepakati adalah memberdayakan ekonomi masyarakat, menekan angka anak balita gizi buruk, dan memperbaiki sanitasi lingkungan.
Dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat, Marsyam memfasilitasi warga membuat kelompok sehingga lahir, antara lain, kelompok pemberdayaan ekonomi Mandiri Pangan, Bangun rumah, dan Jamban keluarga.

Desa Kuripan selatan memang memerlukan dukungan. Tahun 2007, dari 2.225 keluarga, 85 persen merupakan keluarga miskin, 5 anak balita bergizi buruk, dan 55 anak balita kurang gizi. Luas lahan desa ini sekitar 200 hektar atau setiap keluarga hanya kebagian 1 are.
Selain itu, kondisi sanitasi dan lingkungannya pun memprihatinkan. Dusun Embung misalnya, dari 150 keluarga, hanya 2 keluarga yang memiliki jamban kelurga. Warga lain yang tak punya jamban biasa membuang hajat di kebun dan sawah.
Meski paham tak mudah mengajak warga berubah, Maram punya keyakinan bahwa perubahan itu bisa terwujud. Alasan dia, ada modal sosial untuk menggerakan inisiatif dan partisipasi warga, seperti budaya gotong royong dan semangat mereka berwirausaha sebagai pendedak (pedagang lengumpul) yang menjual komoditas pangan, sayuran, dan produk kerajinan keliling.

Hati Nurani
Semangat pendedak digabung tradisi gotong royong digunakan Marsam membangun kesadarankolektif warga mengubah kondisi desa mereka. Kesadarn koektif warga mengubah kondisi desa mereka. Kesadaran kolektif ia sentuh lewat pendekatan persuasif. Ia mengundang warga dari pintu ke pintu dan berdialog seputar mengatasi persoalan desa.
Strategi pendekatan Marsam direspon warga meski sebagian mempertanyakan sumber dana program itu. Namun lewat kelompok yang ia bentuk, tahun 2008, Bank Mandiri dan Bank BRI mengucurkan kredit usaha rakyat total Rp. 5 miliar untuk kelompok usaha bakulan, perajin kasur, tikar pandan, batu bata, dan lain-lain.

Setelah aktivitas ekonomi berjalan, ia menyasar bidang kesehatan, terutama sanitasi dan lingkungan.  Lewat kelompok warga pula, para anggota diminta menyisihkan hasil berjualan Rp. 50,000 per orang.
Dan itu untuk membuat jamban permanen guna menopang subsidi pemerintah. Dana digunakan untuk membeli material, seperti kloset, pipa, dan semen. Warga yang bersedia membuat jamban diharuskan membuat lubang sedalam 2 meter dengan lebar 1,5 meter dirumahnya.
Tahun 2012 semua warga desa sudah memiliki jamban keluarga. “Kini kalau ada yang membuangn hajat disembarang tempat akan disoraki warga lannya,”. Ketersediaan jamban tersebut terwujud menyusul masuknya instalasi pipa air ke bersih ke desa yang biasanya kerisis air saat musim kemarau.

Nikmat
Atas usaha itu Marsam kerap menjadi nara sumber di sejumlah seminar dan diskusi tentang pemberdayaan masyarakat  di Lombok ataupun Jakarta.
Selain bertani, belakangan warga desa pun mempunyai sumber penghasilan harian, di antaranya sebagai buruh angkut batu bata atau dari jasa menjual kasur dengan upah sekitar Rp 50.000-Rp 100.000 per orang sehari.

Sebagai Kepala Urusan Pemerintah Desa Kuripan Selatan , Marsam bergaji sekitar Rp.800.000 per bulan. Namun, dari kiprahnya menerapkan “manajemen rasa malu” secara nata untuk pemberdayaan masyarakat, ia mendapat rezeki, antara lain, sebagai narasumber dalam sejumlah kesempatan.

“Honor (sebagai nara sumber)ada, uang transportasi saya biasanya ditanggung pengundang. Saya juga dapat merasakan tidur di hotel, he-he-he,” ucap Marsam tanpa menyebutkan nominalnya.

Peter Carey dan Pangeran Diponegoro

Peter Carey dan Pangeran Diponegoro
Peter Carey (65) meneliti tentang pangeran Diponegoro (1785-1855).  Pada awalnya ia pergi ke Cornell dengan cita-cita menyusun disertasi tentang Marsekal Herman Willem Deandels , gubernur Jendral  era Napoleon yang mengubah sistem pemerintahan kolonial Belanda  di Jawa, Topik disertasi ini lah yang di usulkan oleh guru besar sejarah dan ketua dewan penguji saat ia meraih gelar di Oxford.
Rencana itu buyar saat ia bertemu dengan 3 guru besarnya di Cornell, yakni George MacTurnan Kahin, Ben Anderson, and Oliver Wolters. Ketiganya adalah pakar kajian Indonesia. Mereka menyarankan dia mempelajari bahasa-bahasa di Asia Tenggara dan melihat berbagai peristiwa sejarah era kolonial dari sudut pandang bumiputra.

Perjumpaan
Suatu kali Carey diberi tugas untuk membaca buku  teks klasik tentang sejarah Indonesia yang berjudul Geschiedenis van Indonesie. Saat membaca suatu bab Carey terpusat perhatiannya pada sebuah ilustrasi gambar Diponegoro sedang memasuki lapangan perkemahan di Matesih, Kulon Progo, Yogyakarta, 20 hari menjelang penangkapannya pada 29 Maret 1830.
Itu lah “perjumpaan” yang membulatkan tekadnya untuk melakukan penelitian tentang Pangeran Diponegoro dan perang Jawa. Sementara “perjumpaannya” dengan Diponegoro terjadi di Tegalrejo pada hari pertamanya tinggal di Yogyakarta-Tempat ia kemudian tinggal selama 18 bulan sampai Juni 1973- setelah semalaman naik kereta api dari Jakarta dan menuju losmen. Ia bertemu dengan kenalannya, seorang pria Inggris.

Malamnya pria itu mengajak Carey menonton pementasan Wayang di sebuah kampung di sisi barat kota, Carey setuju dan pergi kesana dengan Becak. Kampung itu ternyata Tegalrejo, bekas tempat tinggal Pangeran Diponegoro.

Tegalrejo dibumi hanguskan oleh Belanda pada 20 Juli 1825, Hari penyergapan Diponegoro yang berhasil lolos dan melarikan diri. Hari dimulainya Perang Jawa.
“Hari itu saya merasa melihat bayangan Diponegoro meyambut kedatangan kami di Tegalrejo. Itu malam pertama saya di Yogyakarta” ujar Carey. Sejak “penampakan” Diponegoro di Tegalrejo, 43 tahun yang lalu, ia seolah ditakdirkan terus berjuang lewat berbagai karya demi memantapkan keagungan Pangeran Diponegoro, tokoh Muslim yang saleh dan pemimpin suci melawan kolonialis Belanda.
Bukan hal mudah untuk meneliti Pangeran Diponegoro, ia sempat kesulitan untuk menemukan referensi atau tulisan tentang Pangeran Diponegoro. Bahkan, lebih sedikit lagi tulisan tentang Diponegoro yang ditulis oleh Sejarawan Indonesia.


Kekosongan Historigrafi Orang Indonesia dan lebih akrab dengan budaya Barat dibandingkan dengan budaya sendirilah yang juga menjadi salah satu alasan ia melakukan penelitian mendalam tentang tokoh yang ia sebut sebgai pahlawan nasional Indonesia paling utama.