Minggu, 02 Maret 2014

HIV/AIDS, Masyarakat dan Pemerintah

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome yang biasa kita kenal dengan AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) penyakit ini telah menjadi masalah dunia yang tak kunjung ditemukan solusinya, Penyakit import yang berasal dari Afrika Sub-Sahara ini sudah sangat mengkhawatirkan di negara kita, di tahun 2013 saja jumlahnya di tafsir sudah mencapai 165.000 kasus dan hingga saat ini belum ada solusi jitu untuk mencegah pertambahan penyakit mematikan tersebut. 

Pandangan Sosiologi Kesehatan terhadapap Penyakit HIV/AIDS
Dalam pandangan sosiologi HIV/AIDS merupakan bencana besar yang sewaktu-waktu bisa menyerang siapapun dan dimanapun, sehingga permasalahan tersebut dianggap sebagai momok yang sangat menakutkan dan misterius, penyakit ini menimbulkan masalah sosial, hal ini dikarnakan penyakit HIV/AIDS belum memiliki obat, tidak dapat disembuhkan dan berujung pada kematian seorang individu yang mengidap penyakit ini dapat mengalami hukuman sosial,  seperti dikucilkan, ditolak oleh lembaga pendidikan (contoh: sekolah, tempat les), ditolak dilingkungan sosialnya (contoh: teman-teman) hingga ditolak di lembaga kesehatan (contoh: Rumah Sakit Umum). Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Semua hal di atas dikarnakan adanya sifat yang melekat pada masyarakat kita yaitu saling membutuhkan satu sama lain. Selayaknya sperangkat komponen organisme tubuh yang saling melengkapi satu sama lain karena bersifat komplementer, jika slah satu dari organ tersebut tidak berfungsi dengan baik maka komponen atau organ yang lainpun tidak akan berfungsi dengan optimal, maka organ yang lain pula tidak akan berfungsi dengan baik, sehingga setiap orang memiliki hak untuk berinteraksi dan mendapatkan relasi dari sesamanya. Tetapi terkadang penyakit yang diderita justru menjadi ancaman dan penghalang yang dapat membatasi mereka dalam bergaul dan berinteraksi dengan sesamanya, apalagi penyakit yang diderita adalah penyakit yang mematikan dan belum ada obatnya sehingga memberikan dampak negatif bagi orang yang ada di sekitarnya. belum lagi ditambah dengan labeling yang diberikan oleh masyarakat terhadap pengidap penyakit HIV/AIDS yang dinilai sebagai akibat perbuatan negatif dan asusila yang melanggar nilai dan norma yang ada pada masyarakat seperti pergaulan bebas (Free Seks) dan narkotika yang selama ini dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia, sehingga secara otomatis si penderita akan terkucilkan dari masyarakat sekitarnya.

Usaha Pemerintah sendiri dalam mencegah penyakit tersebutpun baru-baru ini menimbulkan kontroversi, bagaimana tidak? Kebijakan Menteri Kesehatan (Menkes) mengampanyekan anti- HIV/AIDS dengan cara membagi-bagikan kondom gratis hal ini terus dikecam oleh berbagai kalangan. Selain dianggap tak bijak, kampanye kondom gratis hanya terjadi di Indonesia. Pasalnya, hal itu dapat diartikan menyetujui dan memfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan seks bebas. pembagian kondom gratis ini memang dilihat cukup masuk akal dari salah satu cara menularnya yaitu melalui seks bebas atau Free Seks namun kebijakan kampanye kondom gratis bukan solusi untuk penanggulangan HIV/AIDS melainkan justru mengampanyekan seks bebas.

0 komentar:

Posting Komentar